Sumber Gambar: http://www.sxc.hu/photo/120851 |
Oke hari ini aku akan menceritakan sebuah kisah, yang aku harapkan bisa menggugah hati kalian kalian semua.
Jadi..... Selamat menikmati.
***
Kulirik lagi jam tangan yang mungkin sudah bosan melihat mukaku -dalam waktu setengah jam aku sudah meliriknya dua puluh kali- kemudian beralih memandang jalan kosong dihadapanku. Hari ini, kafe tidak begitu ramai, hanya ada beberapa pelanggan yang masih asyik mengobrol. Sedangkan aku hanya terdiam menunggu Fajar, yang sudah telat empat puluh menit. Aku mendesah, menghempaskan tubuhku menyandar ke kursi. kuputar-putar sedotan, menghasilkan pusaran air yang kecil.
Mataku melotot ketika melihat sosok Fajar yang berjalan terburu-buru kearahku. Tanpa perasaan bersalah dia langsung menarik kursi kosong di depanku kemudian duduk. Tangannya terulur merenggut minumanku yang langsung diteguknya. Setelah menaruh gelas itu kembali pada tempatnya, ia menyengir lebar ke arahku -aku masih memasang muka BT-.
"Sorry deh Sorry aku telat lagi." Ucapnya menyadari ke-BT-anku. "Tadi itu aku lagi ada urusan mendadak. Si Arif minjem motorku, katanya sih sebentar eh gataunya seabad." Bahkan leluconnya itu tidak membuat senyum mengembang diwajahku.
"Kamu tuh ya hobi banget yang namanya ngaret, aku udah jamuran nih nungguin kamu!." Semburku.
"Yah baru juga jamuran, belum sampai lumutan ini." Fajar terkikik.
Kuputar bola mataku, "Terus katanya kamu mau nunjukin aku foto hasil perjalanan kamu kemarin?."
"Oh iya, hampir lupa." Fajar memutar tubuhnya, mengambil sesuatu dari dalam tasnya, "Kamu pasti akan tertarik dengan cerita yang kudapatkan dari konservasi."
Oh iya kalian perlu tahu, Radit ini pecinta binatang. Hobi dia bolak-balik konservasi, dan memelihara binatang. Binatang yang dia pelihara tidak nanggung-nanggung mulai yang jinak seperti kucing, sampai yang tergolong hewan buas seperti ular sanca. Biarpun jumlah hewan dirumahnya sudah mencapai puluhan, tetapi ia tetap saja belum puas, dia pernah bilang dia ingin sekali memelihara sepasang harimau.
Aku lupa, aku belum memperkenalkan diri. Namaku Yanti. Aku dan Fajar sudah berteman sejak lama, jadi aku sudah terbiasa dengan sifat freak-nya itu. Fajar sering kali mengajakku pergi ke konservasi, tapi aku tidak tertarik untuk berjalan mengelilingi konservasi, melihat-lihat hewan yang dilindungi.
"Kuharap aku memang tertarik." Gumamku.
Sebuah senyuman mengembang diwajah Fajar. Fajar menaruh sebuah foto diatas meja, kupandangi foto tersebut. Sepasang harimau tengah berdiri diatas jembatan kayu, dilatar belakangi oleh pepohonan. Aku meraih foto tersebut, dan memperhatikannya sebentar lalu menaruh diatas meja kembali.
"Apanya yang menarik dari foto ini?." Tuntutku.
Wajah Fajar memancarkan kepasrahan, dia sudah terbiasa dengan sikapku ini. "Dengarkan dulu ceritaku. Dan jangan mencelanya!." Ucapnya tegas, aku hanya menurut dan memasang posisi mendengarkan. "Sepasang harimau ini sudah sejak bayi tinggal di konsevasi, sejak kecil mereka selalu bersama. Hingga mereka dewasa dan mempunyai anak, mereka selalu bersama-sama kemanapun dan dimanapun. Sang jantan selalu menjaga betinanya, begitupun sebaliknya. Mereka tak bisa dipisahkan pokoknya. Cerita ini sudah tersebar ke semua orang yang sudah pernah datang kesana, dan pasangan harimau itu selalu menjadi objek favorit mereka." Ceritanya bangga karena telah mendapatkan foto mereka.
"Oh." Responku datar. "Tapi kamu tidak bercanda soal mereka tak bisa dipisahkan, kan?."
Alis Fajar bertautan, menimbulkan kerutan didahinya. "Aku tidak bercanda tentang cerita itu, masa kamu belum pernah dengan cerita tentang mereka?."
Aku menggeleng pelan, "Aku tidak terlalu tertarik dengan semua itu."
"Kau itu sudah lama berteman denganku, tapi masih saja tak tertarik ya." Fajar menarik napas dalam-dalam, "Sepertinya aku harus mengajakmu ke konservasi."
Aku menimang-nimang sebentar, "Ya, kamu memang harus mengajakku, temanmu ini harus diperkenalkan dengan duniamu." Kami berdua tertawa bersamaan.
"Kalau begitu akhir pekan ini kita akan pergi ke konservasi." Ajaknya penuh semangat.
Rasanya hari berjalan begitu cepat. Tahu-tahu akhir pekan sudah dimata. Fajar berkali-kali mengingatkanku tentang rencananya ini, dan meyarankan kostum yang harus kupakai, aku hanya menuruti saja aku kan belum punya pengalaman tentang ini. Dan sekarang aku sudah berada dirumahnya, bersiap berangkat. Aku tidak sendirian rupanya Fajar sudah mengajak Arif dan juga Resti. Perbekalan mereka sudah lebih lengkap dari pada aku, yang hanya membawa ransel kecil berisikan air minum dan beberapa makanan ringan.
Fajar berjalan menentang tasnya yang lumayan besar, "Sebaiknya kita berangkat sekarang." Ajaknya.
Sekarang aku sudah berada didalam mobil Fajar. Hanya bisa terdiam tak mengerti mendengar obrolan mereka bertiga. Susah ya kalau berada ditengah-tengah keluarga pecinta binatang tapi aku sama sekali tidak mengerti. Jadilah aku hanya memandangi selembaran tentang hewan langka, mencoba memahami isinya.
Perjalanan tak memakan waktu banyak, hanya dalam waktu dua jam kami sudah sampai. Ugh cuaca panas sekali, sinar matahari langsung menyengat kulitku yang tak terlindungi oleh baju. Kami berjalan hingga pintu gerbang. Dan berhenti di depan kantor petugas konservasi.
"Yan, kamu sama Resti tunggu disini ya, aku sama Arif mau ke petugasnya." Aku hanya mengangguk.
Aku dan Resti selama beberapa menit hanya terdiam. Aku merasa canggung, karena baru kali ini aku ikut pergi ke konservasi dengan mereka. Dan akhirnya demi memecahkan keheningan ini aku angkat bicara juga.
"Res, kamu pernah mendengar cerita tentang sepasang harimau?." Tanyaku, dan sadarlah aku pasti jawabannya sudah.
Resti mengangguk kecil, "Semua orang yang pernah kesini pasti tahu cerita itu." Persis seperti yang diucapkan Fajar.
"Aku baru tahu soal itu, itupun dari Fajar. Dan hari ini aku mau membuktikan perkataannya." Akuku, mengeluarkan tawa yang bahkan ditelingaku sendiri terdengar aneh.
Resti tak menjawabnya. Aku salah mengajaknya bicara soal itu, Resti memang seperti itu, dia sulit untuk didekati. Hanya orang-orang yang di anggapnya menarik saja yang bisa dekat dengannya. Fajar dan Arif berjalan mendekati kami, dibelakangnya seorang wanita usia tiga puluh tahun berjalan mengikuti.
"Yan, Res kenalkan ini tante Sofie, dia teman ayahku." Oh rupanya Resti juga belum kenal betul dengan isi konservasi ini, "Ayahku bilang hari ini kita ditemani tante Sofie."
Aku dan Resti menyalami tante Sofie. "Tadi Fajar bilang, kalian mau pergi melihat harimau itu ya?."
"Sebenarnya tan yang ingin melihat pasangan harimau itu si Fajar sama Yanti. Aku dan Resti hanya ingin berjalan disekitar sini saja." Arif angkat bicara.
"Benar tan." Resti menyetujui.
Tante Sofie tersenyum, "Yasudah, kalian jangan terlalu jauh, ya."
"Tenang saja tan, kami sudah hapal kok seluk beluk konservasi ini." Ucap Arip sombong lalu pergi bersama Resti.
seperginya Arif dan Resti, kami bertiga pun angkat kaki pergi menyusuri konservasi. Jalanan berbelok-belok dan pepohonan semakin rapat, sangat sulit untuk aku menghapalkan jalannya. Tapi bagi tante Sofie berjalan di konservasi bagaikan berjalan di mal, dia tak perlu membawa peta untuk penunjuk arah. Tante Sofie berhenti disebuah pohon besar. Didepannya terdapat seekor harimau yang tengah terdiam diatas tanah, badannya penuh bercak merah, dia terlihat sangat lemah bahkan sepertinya dia sekarat. Pasti bukan ini harimau itu, dia kan sendirian.
"Tan, itu harimaunya kan?." Desis Fajar pelan. Tante Sofie mengangguk, "Dia kok sendirian? Kemana pasangannya?."
Tante Sofie terlihat murung, dan kutebak itu pasti kabar buruk. "Sebulan yang lalu, pemburu liar memasuki konservasi tanpa kami ketahui, mereka menangkap binatang dengan senjata. Begitu kami menjelajahi konservasi pasangan harimau ini sudah mati tertembak." Bisa kurasakan mulut Fajar menganga karena terkejut.
Pandanganku melayang kearah harimau yang bersedih. Didepan harimau itu terdapat gundukan tanah, dan aku bisa menebak itu pasti kuburan pasangannya.
"Lalu apa yang dia lakukan disana?." Tanyaku.
"Kesetiaannya yang membuat dia disana, dia tak ingin pergi dari sana, padahal kami sudah bersusah payah mencobanya. Sekarang keadaannya semakin memburuk, tante tidak yakin dia bisa bertahan lama jika seperti ini terus."
kupandangi wajah hewan terbuas yang pernah kulihat itu. Lemah tak berdaya, hanya menunggu maut menjemputnya dan menyatukannya lagi dengan pasangannya. Mataku menatap kilauan dari ujung matanya, dia menangis? Dia benar-benar kehilangan pasangannya. Sebesar itukah cintanya? Belum pernah kulihat yang seperti ini, bahkan pada manusia pun aku belum pernah melihat cinta sejati seperti ini.
Kuperhatikan semakin lama harimau itu semakin ambruk ketanah, lalu ia tak bergerak sama sekali. Kuperhatikan lagi lebih seksama, memang dia tak bergerak. Dia mati!
Begitu aku memalingkan wajah, tante Sofie dan Fajar sudah bergerak mendekati harimau itu. Aku bergegas mengikutinya. Tante Sofie merunduk untuk mengecek, sedangkan aku hanya berdiam membeku disamping Fajar.
Tante Sofie bangkit dan menggeleng, "Dia sudah mati." Tante Sofie berjalan agak menjauhi kami, dia menghubungi para penjaga lain.
Badanku terasa tak bertulang. Aku hampir saja ambruk jika Fajar tak menyanggahku. Tak terasa air mata jatuh membasahi pipiku. Kini harimau itu menyusul pasangannya setelah sebulan dipisahkan. Cinta Sejati. Kenapa binatang saja bisa sebegitu setia dengan pasangannya tetapi manusia tidak? apakah itu artinya manuasia tidak lebih setia dari pada binatang?
***
Gimana nih ceritanya? Aku buat ini tiga jam loh.
Cerita ini hanya cerita fiksi, aku terinspirasi oleh film Two Brothers dan teman-teman aku yang telah menjadi korban pasangannya. Well, dari kisah tadi kita bisa ambil kesimpulan. Hewan buas saja bisa setia dengan pasangannya, apa lagi manusia. Seharusnya manusia bisa lebih setia lagi terhadap pasangannya.
Semoga kalian bisa tergugah ya setelah membaca ini :)
Peace and Love
Widya