Selasa, 19 Maret 2013

Kisah Sepasang Harimau

Hey hey!!!

                                                                                         

Sumber Gambar: http://www.sxc.hu/photo/120851
Aku minta maaf banget ya kemarin-kemarin udah nyebarin firus galau. Well, sebenarnya postingan kemarin itu buah hasil dari pengamatanku terhadap temanku si Bocillau, tapi kebingungan hatiku juga ikut andil didalamnya :D

Oke hari ini aku akan menceritakan sebuah kisah, yang aku harapkan bisa menggugah hati kalian kalian semua.

Jadi..... Selamat menikmati.

                                  ***
Kulirik lagi jam tangan yang mungkin sudah bosan melihat mukaku -dalam waktu setengah jam aku sudah meliriknya dua puluh kali- kemudian beralih memandang jalan kosong dihadapanku. Hari ini, kafe tidak begitu ramai, hanya ada beberapa pelanggan yang masih asyik mengobrol. Sedangkan aku hanya terdiam menunggu Fajar, yang sudah  telat empat puluh menit. Aku mendesah, menghempaskan tubuhku menyandar ke kursi. kuputar-putar sedotan, menghasilkan pusaran air yang kecil.

Mataku melotot ketika melihat sosok Fajar yang berjalan terburu-buru kearahku. Tanpa perasaan bersalah dia langsung menarik kursi kosong di depanku kemudian duduk. Tangannya terulur merenggut minumanku yang langsung diteguknya. Setelah menaruh gelas itu kembali pada tempatnya, ia menyengir lebar ke arahku -aku masih memasang muka BT-.

"Sorry deh Sorry aku telat lagi." Ucapnya menyadari ke-BT-anku. "Tadi itu aku lagi ada urusan mendadak. Si Arif minjem motorku, katanya sih sebentar eh gataunya seabad." Bahkan leluconnya itu tidak membuat senyum mengembang diwajahku.

"Kamu tuh ya hobi banget yang namanya ngaret, aku udah jamuran nih nungguin kamu!." Semburku.

"Yah baru juga jamuran, belum sampai lumutan ini." Fajar terkikik.

Kuputar bola mataku, "Terus katanya kamu mau nunjukin aku foto hasil perjalanan kamu kemarin?."

"Oh iya, hampir lupa." Fajar memutar tubuhnya, mengambil sesuatu dari dalam tasnya, "Kamu pasti akan tertarik dengan cerita yang kudapatkan dari konservasi."

Oh iya kalian perlu tahu, Radit ini pecinta binatang. Hobi dia bolak-balik konservasi, dan memelihara binatang. Binatang yang dia pelihara tidak nanggung-nanggung mulai yang jinak seperti kucing, sampai yang tergolong hewan buas seperti ular sanca. Biarpun jumlah hewan dirumahnya sudah mencapai puluhan, tetapi ia tetap saja belum puas, dia pernah bilang dia ingin sekali memelihara sepasang harimau.

Aku lupa, aku belum memperkenalkan diri. Namaku Yanti. Aku dan Fajar sudah berteman sejak lama, jadi aku sudah terbiasa dengan sifat freak-nya itu. Fajar sering kali mengajakku pergi ke konservasi, tapi aku tidak tertarik untuk berjalan mengelilingi konservasi, melihat-lihat hewan yang dilindungi.

"Kuharap aku memang tertarik." Gumamku.

Sebuah senyuman mengembang diwajah Fajar. Fajar menaruh sebuah foto diatas meja, kupandangi foto tersebut. Sepasang harimau tengah berdiri diatas jembatan kayu, dilatar belakangi oleh pepohonan. Aku meraih foto tersebut, dan memperhatikannya sebentar lalu menaruh diatas meja kembali.

"Apanya yang menarik dari foto ini?." Tuntutku.

Wajah Fajar memancarkan kepasrahan, dia sudah terbiasa dengan sikapku ini. "Dengarkan dulu ceritaku. Dan jangan mencelanya!." Ucapnya tegas, aku hanya menurut dan memasang posisi mendengarkan. "Sepasang harimau ini sudah sejak bayi tinggal di konsevasi, sejak kecil mereka selalu bersama. Hingga mereka dewasa dan mempunyai anak, mereka selalu bersama-sama kemanapun dan dimanapun. Sang jantan selalu menjaga betinanya, begitupun sebaliknya. Mereka tak bisa dipisahkan pokoknya. Cerita ini sudah tersebar ke semua orang yang sudah pernah datang kesana, dan pasangan harimau itu selalu menjadi objek favorit mereka." Ceritanya bangga karena telah mendapatkan foto mereka.

"Oh." Responku datar. "Tapi kamu tidak bercanda soal mereka tak bisa dipisahkan, kan?."

Alis Fajar bertautan, menimbulkan kerutan didahinya. "Aku tidak bercanda tentang cerita itu, masa kamu belum pernah dengan cerita tentang mereka?."

Aku menggeleng pelan, "Aku tidak terlalu tertarik dengan semua itu."

"Kau itu sudah lama berteman denganku, tapi masih saja tak tertarik ya." Fajar menarik napas dalam-dalam, "Sepertinya aku harus mengajakmu ke konservasi."

Aku menimang-nimang sebentar, "Ya, kamu memang harus mengajakku, temanmu ini harus diperkenalkan dengan duniamu." Kami berdua tertawa bersamaan.

"Kalau begitu akhir pekan ini kita akan pergi ke konservasi." Ajaknya penuh semangat.

Rasanya hari berjalan begitu cepat. Tahu-tahu akhir pekan sudah dimata. Fajar berkali-kali mengingatkanku tentang rencananya ini, dan meyarankan kostum yang harus kupakai, aku hanya menuruti saja aku kan belum punya pengalaman tentang ini. Dan sekarang aku sudah berada dirumahnya, bersiap berangkat. Aku tidak sendirian rupanya Fajar sudah mengajak Arif dan juga Resti. Perbekalan mereka sudah lebih lengkap dari pada aku, yang hanya membawa ransel kecil berisikan air minum dan beberapa makanan ringan.

Fajar berjalan menentang tasnya yang lumayan besar, "Sebaiknya kita berangkat sekarang." Ajaknya.

Sekarang aku sudah berada didalam mobil Fajar. Hanya bisa terdiam tak mengerti mendengar obrolan mereka bertiga. Susah ya kalau berada ditengah-tengah keluarga pecinta binatang tapi aku sama sekali tidak mengerti. Jadilah aku hanya memandangi selembaran tentang hewan langka, mencoba memahami isinya.

Perjalanan tak memakan waktu banyak, hanya dalam waktu dua jam kami sudah sampai. Ugh cuaca panas sekali, sinar matahari langsung menyengat kulitku yang tak terlindungi oleh baju. Kami berjalan hingga pintu gerbang. Dan berhenti di depan kantor petugas konservasi.

"Yan, kamu sama Resti tunggu disini ya, aku sama Arif mau ke petugasnya." Aku hanya mengangguk.

Aku dan Resti selama beberapa menit hanya terdiam. Aku merasa canggung, karena baru kali ini aku ikut pergi ke konservasi dengan mereka. Dan akhirnya demi memecahkan keheningan ini aku angkat bicara juga.

"Res, kamu pernah mendengar cerita tentang sepasang harimau?." Tanyaku, dan sadarlah aku pasti jawabannya sudah.

Resti mengangguk kecil, "Semua orang yang pernah kesini pasti tahu cerita itu." Persis seperti yang diucapkan Fajar.

"Aku baru tahu soal itu, itupun dari Fajar. Dan hari ini aku mau membuktikan perkataannya." Akuku, mengeluarkan tawa yang bahkan ditelingaku sendiri terdengar aneh.

Resti tak menjawabnya. Aku salah mengajaknya bicara soal itu, Resti memang seperti itu, dia sulit untuk didekati. Hanya orang-orang yang di anggapnya menarik saja yang bisa dekat dengannya. Fajar dan Arif berjalan mendekati kami, dibelakangnya seorang wanita usia tiga puluh tahun berjalan mengikuti.

"Yan, Res kenalkan ini tante Sofie, dia teman ayahku." Oh rupanya Resti juga belum kenal betul dengan isi konservasi ini, "Ayahku bilang hari ini kita ditemani tante Sofie."

Aku dan Resti menyalami tante Sofie. "Tadi Fajar bilang, kalian mau pergi melihat harimau itu ya?."

"Sebenarnya tan yang ingin melihat pasangan harimau itu si Fajar sama Yanti. Aku dan Resti hanya ingin berjalan disekitar sini saja." Arif angkat bicara.

"Benar tan." Resti menyetujui.

Tante Sofie tersenyum, "Yasudah, kalian jangan terlalu jauh, ya."

"Tenang saja tan, kami sudah hapal kok seluk beluk konservasi ini." Ucap Arip sombong lalu pergi bersama Resti.

seperginya Arif dan Resti, kami bertiga pun angkat kaki pergi menyusuri konservasi. Jalanan berbelok-belok dan pepohonan semakin rapat, sangat sulit untuk aku menghapalkan jalannya. Tapi bagi tante Sofie berjalan di konservasi bagaikan berjalan di mal, dia tak perlu membawa peta untuk penunjuk arah. Tante Sofie berhenti disebuah pohon besar. Didepannya terdapat seekor harimau yang tengah terdiam diatas tanah, badannya penuh bercak merah, dia terlihat sangat lemah bahkan sepertinya dia sekarat. Pasti bukan ini harimau itu, dia kan sendirian.

"Tan, itu harimaunya kan?." Desis Fajar pelan. Tante Sofie mengangguk, "Dia kok sendirian? Kemana pasangannya?."

Tante Sofie terlihat murung, dan kutebak itu pasti kabar buruk. "Sebulan yang lalu, pemburu liar memasuki konservasi tanpa kami ketahui,  mereka menangkap binatang dengan senjata. Begitu kami menjelajahi konservasi pasangan harimau ini sudah mati tertembak." Bisa kurasakan mulut Fajar menganga karena terkejut.

Pandanganku melayang kearah harimau yang bersedih. Didepan harimau itu terdapat gundukan tanah, dan aku bisa menebak itu pasti kuburan pasangannya.

"Lalu apa yang dia lakukan disana?." Tanyaku.

"Kesetiaannya yang membuat dia disana, dia tak ingin pergi dari sana, padahal kami sudah bersusah payah mencobanya. Sekarang keadaannya semakin memburuk, tante tidak yakin dia bisa bertahan lama jika seperti ini terus."

kupandangi wajah hewan terbuas yang pernah kulihat itu. Lemah tak berdaya, hanya menunggu maut menjemputnya dan menyatukannya lagi dengan pasangannya. Mataku menatap kilauan dari ujung matanya, dia menangis? Dia benar-benar kehilangan pasangannya. Sebesar itukah cintanya? Belum pernah kulihat yang seperti ini, bahkan pada manusia pun aku belum pernah melihat cinta sejati seperti ini.

Kuperhatikan semakin lama harimau itu semakin ambruk ketanah, lalu ia tak bergerak sama sekali. Kuperhatikan lagi lebih seksama, memang dia tak bergerak. Dia mati!

Begitu aku memalingkan wajah, tante Sofie dan Fajar sudah bergerak mendekati harimau itu. Aku bergegas mengikutinya. Tante Sofie merunduk untuk mengecek, sedangkan aku hanya berdiam membeku disamping Fajar.

Tante Sofie bangkit dan menggeleng, "Dia sudah mati." Tante Sofie berjalan agak menjauhi kami, dia menghubungi para penjaga lain.

Badanku terasa tak bertulang. Aku hampir saja ambruk jika Fajar tak menyanggahku. Tak terasa air mata jatuh membasahi pipiku. Kini harimau itu menyusul pasangannya setelah sebulan dipisahkan. Cinta Sejati.  Kenapa binatang saja bisa sebegitu setia dengan pasangannya tetapi manusia tidak? apakah itu artinya manuasia tidak lebih setia dari pada binatang?

               ***

Gimana nih ceritanya? Aku buat ini tiga jam loh.

Cerita ini hanya cerita fiksi, aku terinspirasi oleh film Two Brothers dan teman-teman aku yang telah menjadi korban pasangannya. Well, dari kisah tadi kita bisa ambil kesimpulan. Hewan buas saja bisa setia dengan pasangannya, apa lagi manusia. Seharusnya manusia bisa lebih setia lagi terhadap pasangannya.

Semoga kalian bisa tergugah ya setelah membaca ini :)

Peace and Love
Widya

Senin, 18 Maret 2013

Apakah Hanya Aku Yang Merasakannya???

Setiap kali aku melihat wajahnya, setiap kali pula hati dan perutku menjadi tak karuan. Suaranya yang mengalun lembut, mengucapkan namaku. Matanya memang tak setajam elang, namun matanya sanggup merasuk ke dalam jantungku. Gerak-geriknya yang tak tertebak membuat mataku ingin terus meliriknya.

Ingin rasanya kutumpahkan rasa yang sudah lama kupendem. Namun aku malu, aku takut. Aku takut jika hubungan persahabatanku dengannya akan hancur.

Tapi harus berapa lama lagi aku harus mengubur semua ini? Haruskah kutunggu hingga perang di Gaza berakhir? Ataukah harus kutunggu hinga aku dan dia dipinang oleh orang yang berbeda? Bagaimana lagi aku harus menunjukan perasaanku padanya? Apakah ia tidak merasakan semua itu? Ataua dia hanya berpura-pura tak merasakannya?

Andaikan dia dan aku menjadi satu pada akhirnya, aku ingin dia menjadi yang terbaik untukku. Namun jika akhirnya aku dan dia hanya menjadi dua anak Adam yang berjalan sendirian, jangan hilangkan hubungan yang selama ini sudah terajut.


Peace and Love
Widya

Sabtu, 16 Maret 2013

Kertas Yang Kehilangan Tinta

Saat kau goreskan tinta cinta itu
Kebahagiaan mengguyur seluruh tubuhku
Tak pernah sedikit pun kau menghapusnya
Setiap saat kau selalu bersamaku
Menorehkan kebahagiaan yang semakin bertambah

Saat ku terjatuh, tanganmu selalu terulur
Mendekap tubuhku dengan penuh kasih sayang
Kau membisikan kata bahwa kau kan bersamaku selamanya
Tak akan pernah kau biarkan duka menggelayutiku

Tapi kini, setelah lembaran kertas itu penuh
Kau meninggalkanku
Mencari secarik kertas baru untuk kau goreskan dengan tinta cintamu
Membiarkan seluruh coretan ini tak ada artinya lagi

Ingin rasanya ku hapus bersih goresan tinta ini
Namun rupanya kau telah menggoresnya terlalu dalam
Meninggalkan bekas walau sudah terhapus

Bagaimana caraku tuk menghilangkannya?
Apakah aku harus membakarnya?
Ya, aku harus membakarnya
Tapi aku tak sanggup
Tak sanggup menerima keadaan bahwa ku telah kehilanganmu

Kini kertas usang ini tlah kehilangan tintanya
Mencoba mencari tinta baru yang lebih permanen
Menorehkan kebahagiaan tanpa pernah merusaknya

Peace and Love
Widya

Samudera Di antara Batu Karang dan Pelaut

Pernahkah kalian mendengar kata Samudera? Pasti
Pernahkah kalian mendengar Batu Karang yang tetap kokoh meski dihantam ombak? Aku yakin kalian sering mendengarnya.
Pernahkah kalian mendengar Pelaut yang mengarungi samudera? Seratus persen aku yakin sekali kalian pernah mendengarnya.

Tapi apakah kalian pernah melihat ke dalam Samudera?
Ada apakah didalam sana?
Rahasia apa yang terkandung didalamnya?
Lalu apa yang dilakukan Batu Karang didalam sana?
Dan apa yang dicari Pelaut saat mengarungi Samudera?
Aku yakin kalian belum mengetahui jawabannya secara pasti.

Pernah tidak kalian mendengar kalimat, "Hati seorang wanita adalah lautan samudera yang dalam."
Mungkin samar-samar kalian pernah mendengarnya

Well, kita ibaratkan Samudera yang luas dan dalam adalah seorang wanita
Seorang Pelaut, tentu saja seorang pria yang akan mendapatkan Samudera dengan cara yang gagah berani
Sedangkan Batu Karang, kita ibaratkan sebagai cinta dalam hati yang selalu di pendam oleh Samudera

                                                                            ***

Setiap Samudera pasti memiliki Batu Karang, yang selalu setia berada didalam Samudera. Berdiam diri tak bergerak. Tapi Batu Karang itu selalu mengganggu samudera. Karena, Batu Karang tersebut menghambat laju kehidupan Samudera. Kenapa bisa begitu? Karena, Samudera selalu berjalan hati-hati, agar Batu Karang yang berada didalam dirinya tidak hancur akibat gelombang besar.

Suatu ketika Batu Karang pernah pernah hampir terhempas oleh gelombang besar, namun Samudera terus berusaha mempertahankan Batu Karang. Menata kembali keping demi keping bagian yang telah hancur. Tapi Batu Karang tak pernah berterimakasih, ia hanya tertawa dan tak memperdulikan Samudera yang penuh luka. Bahkan Batu Karang asyik bermain dengan ikan-ikan. Menambah daftar luka yang dirasakan oleh Samudera. lagi-lagi dengan bodohnya Samudera tak pernah menghempaskan Batu Karang. Ia terlalu berharap suatu saat nanti Batu Karang akan menjadi miliknya seutuhnya.

Batu Karang tak pernah memikirkan perasaan Samudera. Yang ia pedulikan hanyalah ia bisa hidup.Seberapa keras Samudera menunjukan perhatiannya, Batu Karang hanyalah batu yang tak pernah mengerti. Batu Karang dibutakan oleh egoisnya. Ia tak pernah menyadari ketulusan yang diberikan Samudera.

Setelah menyadari Batu Karang hanyalah parasit dalam hidupnya. Kini Samudera perlahan mulai menghancurkan Batu Karang. Keping demi keping Samudera berusaha untuk mengenyahkan Batu Karang dari dalam hidupnya, hingga tak tersisan sedikit pun.

Dalam kesendiriannya Samudera yakin suatu saat nanti akan datang seorang Pelaut yang akan menaklukan dirinya, dan menjadi miliknya. Walaupun Samudera harus menunggu hingga waktu yang lama. Karena sesungguhnya didalam diri Samudera memiliki tantangan yang sangat sulit untuk dicapai dan hanya Pelaut sejatilah yang mampu menaklukan tantangan tersebut.



Peace and Love
Widya