Cinta Cinta Cinta..... satu kata penuh makna...
semua manusia pasti membutuhkan cinta. karena Cinta adalah anugerah yang diberikan oleh Allah kepada semua umat manusia. Cinta bukan hanya untuk lawan jenis saja atau pasangan kita, tetapi Cinta bisa diberikan kepada Orang tua, Sahabat, Keluarga, dan teman. Namun setiap kita menyebutkan kata CINTA semua orang pasti mengartikannya sebagai Cinta kepada pasangan kita atau gebetan kita.
Well pagi hari ini aku mau berbagi tentang macam-macam Cinta. menurutku tentunya :D Happy Reading all ;)
1. CINTA SEJATI
Banyak pasangan yang bilang "Dia Cinta Sejatiku." Tak berapa lama kemudian mereka putus, itu bukan Cinta Sejati namanya. Yang namanya CINTA SEJATI itu adalah Cinta yang bertahan sampai akhir hayat, bahkan biarpun pasangan kita telah tiada kita masih mempertahankan Cinta tersebut. CINTA SEJATI tak akan menyakiti pasangannya, tak akan mencampakkannya. Menurutku CINTA SEJATI itu hanya untuk Allah dan Orang tua saja, karena hanya kepada mereka-lah Cinta kita tak ada batasnya.
2. CINTA MONYET
Cinta Monyet atau bisa juga dibilang Cinta Sementara, biasanya melanda anak-anak usia remaja, tetapi Cinta Monyet juga bisa melanda kakak-kakak kita yang sudah duduk di Universitas, tetapi akhir-akhir ini aku sering mendapati Cinta Monyet melanda anak kecil usia TK dan SD. Biasanya Cinta Monyet ini bertahan hanya beberapa bulan saja. Setelah mengalami badai percintaan, ya seperti cemburu buta, atau orang ketiga, mereka putus setelah itu Move On. Itu yang dinamakan Cinta Monyet.
3. CINTA DALAM HATI
"Mungkin ini memang jalan takdirku, mengagumi tanpa dicintai....." Pada tau kan petikkan lirik lagu tadi? Yup betul, itu Cinta Dalam Hati-nya Ungu. Lagu tersebut sangat cocok untuk mewakilkan perasaan orang-orang yang mengalami Cinta Dalam Hati. Cinta jenis ini agak mengenaskan, kenapa mengenaskan? yeah, karena orang ini hanya bisa memendam perasaannya tanpa bisa mengungkapkannya. Apabila orang yang ia sayangi lebih memilih orang lain, tak ada cara lain ia hanya akan bisa menelan kekecewaan, dan berusaha bersikap seolah-olah tak terjadi apa-apa.
4. CINTA BERTEPUK SEBELAH TANGAN
Cinta yang ini mengenaskan kedua setelah Cinta Dalam Hati menurutku tentunya. Kenapa demikian? well, karena Cinta ini tak dapat balasan dari orang yang kita sayang. Bahkan parahnya orang yang kita sayangi bisa jadian dengan orang lain. Tetapi dalam Cinta ini kita masih bisa mengungkapkan perasaan kita.
5. CINTA BUTA.
Cinta ini lebih berbahay dari Cinta yang lainnya. Sebab apabila seseorang sudah memasuki taraf Cinta Buta, mereka bisa melakukan hal-hal diluar nalar. Contohnya saja, mereka bisa terjun dari jurang yang dalam banget demi pasangannya, atau mereka bisa saja main dukun saking dia Cintanya sama orang itu. Well, untuk kalian yang sudah memasuki tahapan ini, aku saranin untuk segera pergi ke Psikiater..
Segitu saja, kalian udah pada ngerti kan? Jadi termasuk kedalam yang mana Cinta kalian??
Peace and love from Widya :*
Selasa, 18 Desember 2012
Sabtu, 03 November 2012
RENEE "THE DAY WITHOUT YOU." .part V
Untung
saja hari ini weekend jadi aku hanya
perlu menyibukan diriku, tanpa harus melamun memandang keluar jendela sekolah
dan kesepian. Rencananya hari ini aku akan pergi bersepeda –bersama Evelyn,
mengelilingi kota. Evelyn dengan suka rela meminjamkan sepedahnya kepadaku dan
menjadi tourguideku –walaupun aku
masih hapal seluk beluk kota ini.
“Aku
belum melihat kakakmu pagi ini.” Ucap Evelyn tiba-tiba, ketika kami sedang
beristirahat disebuah taman.
“Dia
pergi.” Kataku.
“Pergi
kemana?.” Tanyanya kaget, kenapa Evelyn
apa dia suka William?, batinku.
“Dia
pergi ke Texas.” Evelyn melihatku penasaran, “Ada urusan penting yang harus
diselesaikan.” Sambungku.
“Kenapa
kau tak ikut?.”
“Itu
bukan urusanku, lagi pula dia pasti bisa melakukannya sendiri.” Ucapku.
“Apa
kau tahu kakakmu sudah punya kekasih atau belum?.” Tanyanya sedikit berbisik.
Aku
terkejut dengan pertanyaannya, kalau saja bisa aku akan menjawab ‘ya, dia sudah
punya kekasih dan itu aku’, Evelyn memandangiku sepertinya dia berharp William
blm memilikki sorang kekasih, “Kurasa dia belum punya kekasih.” Aku sedikit
menekan kata ‘belum’.
Wajah
Evelyn berubah menjadi merah merona –sedangkan hatiku seperti tertusuk jarum.
Sepanjang jalan Evelyn hanya terseyum sendiri, dan aku hanya bisa mengerutkan
bibir karena aku tahu yang ada dipikirannya –pergi bersama William berdua dan
kemudian William melamar Evelyn, huh! Itu membuatku ingin membunuhnya.
Aku
pikir hari ini akan menjadi hari yang menyenangkan, tetapi pada kenyataannya
ini justru menjadi hari yang paling menyebalkan –mengetahui Evelyn menyukai
kekasihku. Sepanjang malam aku hanya mengurung diriku didalam rumah –menutup
pintu rapat-rapat dan tak membukakan pintu untuk siapapun. Sebuah tape tua menemani malamku, kusetel lagu
favoritku –clair de lun, hanya lagu itu yang bisa menenangkan hatiku.
Kota
yang sepi kini berganti menjadi ramai, matahari sudah menyinari bumi ini. Malas
juga rasanya ergi kesekolah, ingin rasanya aku hanya dirumah tanpa keluar rumah
sama sekali.
“Hey cepat sekolah !.” suruh sebuah
suara. Itu William, kami telah terkoneksi kembali.
“Aku capek.” Kataku manja.
“Sudahlah, kalau kau tak sekolah aku akan
mengambil semua CD-mu!.” Ancam William.
“Selalu saja kau mengancamku.” Gerutuku.
“Besok sore, kemungkinan kami akan sampai.”
Katanya memberitahu.
Suasana
hatiku berubah seketika, “Kau dan Charlie?.”
“Yeah, memang siapa lagi?.”
“Aku akan menyiapkan segala keperluannya.”
Kataku bersemangat.
“Yeah itu tugasmu, tapi kau hanya perlu
menyiapkan kamarnya saja.” Aku mendengarkan dengan baik, “Aku sudah mendaftarkannya ke SD didekat
sekolahmu.” Sambunya.
“Ok, aku mengerti.” Jawabku.
Hari
ini untuk pertama kalinya, aku berangkat sekolah menggunakan sepedah –walau ini
milik Evelyn. Sekolah masih sepi ketika aku masuk kearea parker –hanya ada
sekitar lima buah mobil yang ada disini. Aku berjalan pelan –lebih pelan dari
biasanya, tanganku penuh dengan buku-buku.
“Hai
Renee !.” sapa seseoarang, aku mendongak kenapa harus dia lagi? “Kau perlu
bantuan?.” Tawar Ted.
“Tak
perlu.” Jawabku singkat sambil berlalu, Ted terus mengikutiku –sambil mengoceh
tentunya.
Dan
yang bisa membebaskanku darinya adalah Mr. Wilson –dia menyuruhku cepat masuk.
“Sampai ketemu nanti istirahat ya.” Ucapnya sebelum pergi.
Baru
kali ini aku berharap pelajaran tak cepat usai, tapi situasi berkata lain aku
merasa baru saja aku duduk tapi tiba-tiba saja bel berbunyi. Semua murid
berhamburan keluar menuju cafe, dan aku melawan arus menuju perpustakaan.
“Cari
buku lama?.” Tanya penjaga perpustakaan ramah.
“Ya.”
Setiap aku kesana, aku selalu mencari buku-buku lama. Awalnya Vera bingung
–remaja sepertiku mencari buku lama, tapi kemudian dia terbiasa juga.
“Ini
aku baru menemukannya.” Dia menyerahkan sebuah buku yang covernya sudah hamper
robek. Wuthering heights buku ini
memang sedang aku cari ceritanya sangat menarik sehingga aku sudah berkali-kali membacanya.
Aku
duduk diujung ruangan –bermaksud agar tak ada yang memperhatikan, tetapi
sepertinya hanya ada satu orang yang melihatku. Aku bergegas merapihkan
buku-bukuku.
“Hey
mau kemana?.” Cegah Ted, memegang tanganku.
“Lepaskan
! aku ada kelas sekarang.” Bentakku.
“Sekarang
kau sudah tak bisa lari dariku.” Ucapnya.
“Lepaskan!.”
Kataku, aku menatapnya tajam. Berkonsentrasi memandangnya, dan seketika saja
pot-pot bunga berjatuhan menimpanya –membuat ted tidak sadarkan diri. Aku
berlari keluar, untung saja disekitar perpustakaan sepi.
“Renee!.”
Panggil seseorang, aku menengok Evelyn setengah berlari kearahku, “Dari mana
saja kau?.” Tanyanya.
“Aku
tadi dari taman belakang.” Dalihku.
“Yasudah
cepat kelas sudah mau dimulai.” Ucapnya.
Hari
ini sekolah menjadi heboh –Vera menemukan Ted diperpustakaan dengan luka parah,
sebuah ambulanc terpakir didekat pintu masuk dan Ted dibawa masuk kedalam
ambulan tersebut. Dan Mr. James memutuskan untuk membubarkan sekolah agar tidak
ada kejadian yang serupa.
Sabtu, 27 Oktober 2012
RENEE "THE TRUTH". pat III
haiiiiii....
aku balik lagi setelah UTS yang melelahkan. ga perlu tau deh hasilnya gimana, aku males ngebahasnya juga hahahaha
eh iya sebenernya aku mau bikin cerpen tentang Harry Potter gitu, gara-gara si Arin, ceritanya sih udah kebayang. tapi lagi males ngetiknya. ini aja project aku belum selsai-selsai, kapan ya selsai?? -,- doain aja ya semoga cepet selsai.. oke curhatnya segitu dulu.. sekarang aku mau post lanjutan fanfict Twiga yang kemarin. enjoy it :)
aku balik lagi setelah UTS yang melelahkan. ga perlu tau deh hasilnya gimana, aku males ngebahasnya juga hahahaha
eh iya sebenernya aku mau bikin cerpen tentang Harry Potter gitu, gara-gara si Arin, ceritanya sih udah kebayang. tapi lagi males ngetiknya. ini aja project aku belum selsai-selsai, kapan ya selsai?? -,- doain aja ya semoga cepet selsai.. oke curhatnya segitu dulu.. sekarang aku mau post lanjutan fanfict Twiga yang kemarin. enjoy it :)
Aku
duduk terdiam diteras rumah, memandang kehalaman –sekarang bunga-bunga sudah
bermekaran dengan indah. Kalau dipikir-pikir lagi, nama Renata memang banyak,
tapi untuk Evelyn kenapa aku merasa aneh, ada sesuatu hal yang mengganjal
dihatiku, sesuatu yang bahkan aku tak tahu apa itu.
“Kau
sedang memikirkan apa?.” Tanya William tiba-tiba.
Aku
melihatnya ragu, “Kau tahu, nama kecilku dulu ada Renata.” Kataku.
“Lalu
apa yang membuatmu bingung?.” William duduk disebelahku.
“Entah,
akupun tak tahu. Tapi sepertinya ada sesuatu yang harus aku ketahui.” Kataku
berdiri.
“Mau
kemana kau?.” Tanya William.
“Kerumah
Evelyn.” Sahutku.
“Aku
ikut.”
“Baiklah.”
Kataku.
Kami
berjalan menuju rumah diujung jalan –aku mempercepat jalanku dari pada
biasanya. Kami sudah sampai didepan rumah tersebut, William memencet bel,
tetapi aku hanya bisa menunggu dengan tidak sabar.
Seorang
wanita membukakan pintu, “Hai kalian William dan Renee, kan?.” Tanya Mala.
“Ya
Mrs. Lestrenge.” Jawab William.
“Ada
perlu apa ya?.”
“Aku
ingin bertemu Evelyn.” Kataku.
“Baiklah
akanku panggilkan dia.” Mala masuk kedalam rumah, sedangkan kami duduk didepan
teras.
Tak
berapa lama kemudian Evelyn muncul, “Hai Renee.” Sapanya, “Dan kau pasti
William.” William tersenyum.
“Evelyn,
kau bilang namamu tengahmu adalah Renata, yakan?.” Tanyaku.
“Yeah,
semua keluargaku menggunakan nama itu.” Katanya menjelaskan.
Sepertinya
itu bukan hanya kebetulan –tidak mungkin jika dalam satu keluarga menggunakan
nama yang sama, dan hatiku berkata ada sesuatu yang aneh.
“Semua
keluargamu menggunakan nama itu?.” Evelyn mengangguk heran.
“Ya,
memangnya kenapa?.”
“Tidak
apa-apa, aku hanya heran kenapa keluargamu bisa menggunakan nama itu?.”
Tanyaku, berusaha terlihat tenang.
“Hmm
mungkin ibuku bisa menjelaskannya.” Katanya, “Sebentar akan aku panggilkan
dulu.” Evelyn masuk kedalam rumah.
“Kenapa dengan nama itu?.” Tanya William.
“Aku hanya heran saja, kenapa mereka
menggunakan nama itu.” Jawabku.
“Tapi didunia ini ada sekitar satu juta lebih
yang menggunakan nama itu.”
“Entahlah Will, aku hanya merasakan sesuatu
saja.”
Evelyn
dan ibunya datang dengan membawa sebuah album foto, “Kalian ingin tahu mengapa
kami menggunakan nama ‘Renata’?.” Aku mengangguk semangat. “Namaku Mala Renata
Stimpson, dan nama nenekku Jasmie Renata Stimpson, aku sempat bertanya kepada
nenekku, mengapa kami –para perempuan, menggunakan nama ‘Renata’.” Mala mulai
bercerita.
Mala
membuka album yang dibawanya, “Dia nenekku.” Katanya menunjuk seorang wanita
difoto tersebut, “Katanya nama ‘Renata’ tersebut adalah permintaan langsung
dari kakek buyutku. Menurut nenekku Renata adalah gadis yang disayangi
kakekku.” Mala menunjuk seorang laki-laki, yang mukanya seperti aku kenal.
“Romi.” Kataku, kurasa William hanya
melihatnya sekilas.
“Walaupun
dia sudah menikahi Jane, tapi hatinya masih tetap untuk gadis itu.” Jane? Dia
teman kerjaku, tapi dia tak pernah cerita bahwa dirinya menyukai Romi.
“Lalu
apa yang terjadi pada kakek buyutmu?.” Tanya William.
“Pernikahan
mereka tidak bertahan lama, setelah lima tahun menjalani pernikahan Jane
meninggalkan kakekku –hanya meninggalkan Key. Dan pada saat krisis moneter
melanda dia sering sakit-sakitan dan akhirnya wafat.” Rasanya aku ingin menangis.
“Apa kau menyesal mendengar cerita ini?.” Tanya William.
“Aku tak pernah menyesali apa yang menimpaku.”
Sahutku.
“Jadi
begitulah ceritanya.” Mata Mala sudah memerah, “Kalau boleh aku tahu, kenapa kau
menanyakan ini?.” Tanya Mala.
“Aku
hanya penasaran saja.” Jawabku asal.
“Yasudahlah
kami harus segera pulang.” Kata William. Kami pun berpamitan, dan berjalan
pulang.
Dari
kepulangan kami tadi sore, aku dan William hanya berdiam diri –tak saling sapa.
Mungkin dia marah karena aku masih mengingat Romi.
“William.”
Panggilku, William hanya menengok, “Hmm aku minta maaf ya.” Kataku.
“Minta
maaf untuk pa?.” Tanyanya.
“Aku
sudah mengingat-ingat Romi lagi.” Kataku menyesal.
“Sudahlah,
lagi pula kita tidak bisa menghilangkan kenangan kita, yakan?.” William Masih
sibuk membaca bukunya.
Aku
mendekatinya, dan mengambil bukunya, “Kau memaafkanku?.” Tanyaku –memasang muka
memelas.
“Aku
selalu memaafkanmu.” Kini William sudah berdiri dihadapanku. “Aku hanya tidak
mau kau meninggalkanku.” Ucapnya, memelukku.
Aku
membalas pelukkannya, “Aku takakan pernah meninggalkanmu.” Toh memang hanya ada
dia dihidupku sekarang.
Sabtu, 20 Oktober 2012
RENEE "NEW SCHOOL....NEW FRIEND". part II
hai hai haiiiiiiii..............
aku kembali lagi, mau bawa cerita lanjutan yang waktu itu..
enjoy it guys :)
aku kembali lagi, mau bawa cerita lanjutan yang waktu itu..
enjoy it guys :)
Dan
hari ini aku kembali lagi ke Venezuela, untuk yang kesekian kalinya –setelah
perbuhanku tentunya. William membelokkan setir, menuju sebuah jalan yang cukup
terpencil –hanya ada tiga rumah disini. Salah satunya –yang paling besar,
terletak dipinggir sebelah kanan jalan, bersebelahan dengan sebuah rumah bercat
putih. William memberhentikan mobil diujung gang –disini terdapat sebuah rumah
yang semua interiornya terbuat dari kayu.
“Home
sweet home.” Ucap William, ketika kami berdiri didepan rumah tersebut –William
merangkul pingganku.
Rumah
ini sangat sederhana –hanya ada dua lantai, William menjelaskan padaku dia
tidak ingin membeli rumah yang begitu mewah karena dia tidak ingin menarik
perhatian orang banyak, sedangkan dia tidak ingin hidup didalam hutan yang jauh
dari kehidupan social –kami sudah terbiasa hidup berdampingan dengan manusia,
lagipula kami tidak meminum darah manusia, kami hanya meminum darah binatang
dan aku menyebutnya vampire vegetarian.
Kamarku
terletak dilantai dua, bersebelahan dengan kamar William –sebenarnya kami tidak
membutuhkan kamar karena kami tidak tidur sama sekali! Kamarku tidak terlalu
luas hanya berisikan sebuah sofa, sebuah lemari pakaian dan sebuah lemari buku
disebrang sofa. Aku menaruh baju-bajuku dan menata beberapa buku dirak.
Aku
turun kebelakang rumahku. Taman belakang rumah ini sangat mengenaskan, beberapa
bungga sudah layu bahkan ada yang sudah mati. Aku mendekati salah satu dari
bunga tersebut yang hamper mati –memegang dan menatapnya. Beberapa saat
kemudian bunga tersebut kembali tumbuh dengan indahnya –itulah salah satu
kelebihanku.
“Bunga
itu tak seindah dirimu.” Ucap William –memelukku dari belakang.
“Ah
kau ini.” Kataku malu-malu.
Tiba-tiba
saja William melepaskan pelukkannya -tatapannya memendang jauh kedepan,
tubuhnya mengejang.
“Kau
lihat apa?.” Tanyaku –kelebihan William adalah melihat masa depan.
“Sepasang
kekasih, berjalan kearah kita.” Jawabnya –masih memandang kejalan. Aku
mengikuti arah pandangnya, benar sepasang kekasih sedang berjalan kearah kami.
William
sudah berhenti mengejang, aku hanya bisa berdiri menatap mereka. Sekelebat
kata-kata melewati pikiranku. Nick dan
Mala Lestrenge tinggal disebuah rumah diujung jalan ucapku kepada William
melalui pikiran –kami saling terkoneksi.
Mereka
berdiri dihadapan kami, tersenyum ramah. “Hai tetangga, perkenalkan saya Mala
dan ini suami saya Nick.” Ucapnya memperkenalkan diri, mereka belum terlalu
muda mungkin sekitar tiga puluh tahun.
Aku
tersenyum, “Saya William dan ini Renee.” Aku tersenyum.
“Kalian….”
Mala tidak melanjutkan kata-katanya melainkan menatap kami dengan tatapan
curiga.
“Dia
kakakku.” Kataku ramah. Hahaha kakak??
Ucap William tertawa.
“Lalu
kau akan berkerja dimana?.” Tanya Nick kepada William.
“Saya
berkerja dirumah sakit sebagai dokter.” Balas William –karena pekerjaan itulah
William bisa bertahan dengan bau darah manusia.
“Dan
bagaimana denganmu?.” Tanya Mala
“Aku
akan bersekolah di SMA.” Jawabku –untuk yang kesekian kalinya.
“Mungkin
kau akan satu sekolah dengan anakku.” Katanya semangat.
“Aku
berharap begitu.” Ya setidaknya aku berusaha baik.
Bulan
begitu cepat berganti dengan matahari –walaupun sinarnya masih redup karena
tertutup awan mendung, aku sudah bersiap pergi kesekolah –memakai kaos coklat
panjang dengan sweater putih dan celana jeans coklat dan sepatu cats faforitku,
sedang kan rambutku kubiarkan saja tergerai indah dan mukaku kubiarkan polos
–toh aku memang tak memperlukan make-up
yang tebal. William sudah menungguku didalam mobil –seperti biasa dia sudah
menggunakan seragam dokternya, aku masuk dan duduk disebelahnya.
“Siap
untuk sekolah baru?.” Tanya William.
“Aku
selalu siap.” Jawabku singkat.
William
menjalankan mobilnya –jalanan masih sangat sepi. Rintik-rintik hujan sudah
mulai turun, ketika kami sudah sampai didepan gerbang sekolah. William
menatapku –dia merogoh sakunya, tanganya mendekati rambutku, kemudian
memasangkan sebuah jepit rambut yang indah –tiga buah manic-manik Kristal
menghiasi japit rambut tersebut, dia mengecup keningku, aku hanya bisa
tersenyum.
Aku
memparhatikan William menghilang dalam keramaian –sudah mulai ramai disini.
Seklebat kata-kata bermunculan dipikiranku –risih juga jika kita tau siapa yang
ada dihadapan kita. Seorang wanita berjalan kearahku dan nama.a muncul
dipikiranku. Evelyn renata lestrenge
putrid dari Nick dan Mala lestrenge.
“Hai,
kau pasti Renee.” Sapanya, aku tersenyum. “Perkenalkan aku Evelyn.” Katanya,
menjulurkan tangan.
Aku
menyambut tangan Evelyn, “Hai Evelyn.” Balasku.
“Kemarin
ibuku bilang, kau adalah tetangga baru dankau satu sekolah denganku.” Kesan
pertama yang kudapat darinya adalah dia seperti ibunya –periang dan cepat
membaur.
“Ya,
dia juga sudah bilang padaku.” Kataku.
“Apa
kelas pertamamu?.” Tanyanya penuh harap bahwa dia akan satu kelas denganku.
“Hmm.”
Aku membuka secarik kertas yang kutaruh disaku celana, “Biologi.” Kataku setelah
selesai membaca.
Muka
evelyn tampak senang, “Kita sekelas!.” Pekiknya senang, “Ayo kita kekelas
sebelum bel masuk!.” Dia menarik tanganku.
Bosan
juga harus mengulang pelajaran yang sudah kita pelajari berkal-kali. Metaphase
seumur hidupku menjadi vampire aku sudah mempelajarinya. Aku benar-benar tak
memperhatikan ketika Mr. Wilson menerangkan.
“Sayang, perhatikan pelajaranmu!.” Ucap
William jahil –lewat pikiranku tentunya.
“Aku bosan, berkali-kali aku sudah
mempelajari ini.” Keluhku –begitulah kegiatanku kalau sudah bosan.
“Hahahaha, makanya kau cepatlah dewasa.”
Katanya.
“Kau bercada! Sudahlah urus saja
pasien-pasienmu!.” Ucapku sedikit marah. William tertawa, tapi kemudian dia
diam saja, “Ada apa?.” Tanyaku
khawatir.
“Apa yang dimaksud dengan metaphase?.”
Jawabnya.
Tiba-tiba,
sekelebat bayangan muncul dipikiranku “Mr.
Wilson!.” Pekikku –guru biologiku, umurnya empat puluh tahun tapi muka.a
masih terlalu muda, badannya tinggi dan tegap.
“Mrs.
Smith, apa kau memperhatikanku?.” Tanyanya, mungkin karena sedari tadi aku
hanya memandang aliran air dijendela.
“Ya
sir.” Jawabku meyakinkan.
“Kalau
begitu apa yang dimaksud dengan metaphase?.” Tanyanya.
“metaphase
adalah tahap mitosis eukariotik siklus sel di mana kental & sangat
melingkar kromosom , membawa informasi genetic.” Aku menjawab –William sedari
tadi memberika jawabannya, tapi aku tidak mendengarkan William –aku sudah
terlalu hapal.
“Bagus!.”
Pujinya, “Tapi jangan terlalu banyak melamun!.” Mr. Wilson berjalan kearah
papan tulis, mulai menerangkan –dan aku mulai dengan kegiatanku mengobrol
dengan William.
Bel
istirahat berbunyi, diluar sudah sangat ramai. Semuanya berduyun-duyun pergi
kekantin –tidak untukku aku tidak berminat pergi kesana karena aku memang tidak
akan makan.
“Renee
kekantin yuk!.” Ajak Evelyn.
“Ok.”
Kataku sedikit malas.
Kantin
sudah sangat ramai, evelyn mengambil makanannya –tapi aku duduk dipojok kantin.
Memperhatikan orang-orang yang berlalu lalang melewatiku, tanpa aku tanya nama
mereka aku sudah tahu siapa mereka dan dimana mereka tinggal mereka.
“Kau
tidak makan?.” Tanya Evelyn.
“Aku
tidak terbiasa makan makanan luar rumah.” Aku menjawab –selalu itu alasanku
jika diajak makan.
Evelyn
menatap bukuku, “Renata?.” Aku menatapnya –Renata adalah nama kecilku, “Kau
tahu namaku juga Renata, Evelyn renata lestrenge.” Katanya semangat.
“Waw
kebetulan yang sangat mengejutkan.” Kataku berusaha terkejut.
Hari
berjalan begitu cepat, bel pulang terdengar dipenjuru sekolah. Aku dan Evelyn
berjalan keluar, masih membicarakan tentang tugas drama kami –sebelum pulang
Mr. Brown memberikan kami tugas drama. Sebuah Porsche silver bertengger didekat
gerbang, itu William dia menjemputku? Padahal dia bilang dia sibuk.
“Kau bilang kau sibuk sehingga tidak bisa
menjemputku.” Kataku protes.
“Maaf aku hanya ingin memberi kejutan.”
Jawabnya, “Sudah, ayo cepat pulang!.”
Perintahnya.
“Evelyn
maaf aku tidak bisa pulang denganmu, kakakku sudah menjeput.” Kataku.
“Oh
ok takapa.” Katanya.
Aku
berjalan mendekati mobil, membuka pintu dan duduk disampingnya. Dia terseyum
melihatku, aku tak bisa berbuat apapun selain ikut tersenyum juga.
Langganan:
Postingan (Atom)